Indonesia,
negeri yang elok dengan berbagai macam budaya, bahasa serta kekayaan alamnya
memberikan pandangan tersendiri di mata dunia. Letak Indonesia yang sangat
strategis, yaitu diantara dua benua dan diantara dua samudra membuatnya
dijadikan sebagai jalur perdagangan dunia dimasa lampau. Hampir semua orang di
penjuru dunia pernah datang dan singgah di Indonesia. Dan kekayaan Indonesia
selalu menjadi kesan tersendiri bagi orang asing yang pernah datang dan
singgah. Hal ini menyebabkan Indonesia tidak dipandang sebelah mata oleh dunia.
Akan
tetapi, dibalik kekayaan Indonesia yang dapat menyilaukan dunia, ternyata masih
terdapat banyak kebobrokan moral para pemimpinnya. Mengingat Indonesia adalah
negara yang sedang berkembang, negara dengan jumlah penduduk terpadat nomor
empat di dunia yaitu dengan 200 juta lebih jiwa yang pastinya menjadi tantangan
serius bagi pemerintah. Pemerintah dituntut untuk mensejahterahkan semua
penduduknya, namun pada kenyataannya tidak semua penduduk sejahtera. Masih ada
penduduk Indonesia yang hidup di bawah standar kelayakan.
Maka
dari itu, untuk menghindari kebrobokan moral para pemimpin di masa mendatang,
perlu adanya perubahan terutama pada kalangan pemuda calon pemimpin bangsa
Indonesia. Dan dalam hal ini pun lebih dibebankan pada kalangan mahasiswa.
Karena sebagai seorang pembelajar dan bagian dari masyarakat, mahasiswa memiliki peran kompleks
dan menyeluruh sehingga dikelompokkan dalam tiga fungsi, yaitu Agent of Change,
Agent of Control, dan Iron Stock. Dengan fungsi tersebut, tentu saja tidak
dapat dipungkiri bagaimana peran besar yang diemban mahasiswa untuk mewujudkan
perubahan bangsa. Ide dan pemikiran cerdas seorang mahasiswa mampu merubah
paradigma yang berkembang dalam suatu kelompok dan menjadikannya terarah sesuai
kepentingan bersama. Sikap kritis mahasiswa sering membuat perubahan besar dan
membuat para pemimpin yang tidak berkompeten menjadi gerah dan cemas. Dan suatu
hal yang menjadi kebanggaan mahasiswa adalah semangat membara untuk melakukan
sebuah perubahan.
Mahasiswa
sebagai Agent of Change artinya mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Yaitu seorang pemuda yang harus
memberikan kontribusi yang kongkret terhadap peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia. Pemuda harus menjadi garda terdepan dalam mendobrak setiap kebijakan
pemerintah dalam hal pendidikan yang berpihak pada rakyat kecil. Di lain hal
mahasiswa bukan hanya sekedar agen perubahan, namun mahasiswa juga sepantasnya
menjadi agen pemberdayaan setelah perubahan yang berperan dalam pembangunan
fisik dan non fisik sebuah bangsa.
Sebagai
Agent of Control mahasiswa dapat berperan sebagai elemen pengawal segala jenis
kebijakan pemerintah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Mahasiswa juga
dapat menjadi peran penting daam mendorong dan memaksa pemerintah dalam
mewujudkan good governance dalam sistem pemerintah. Peran aktif mahasiswa
sebagai pengawal dan pendorong good governance ini dilakukan dalam rangka
menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat
Indonesia.
Mahasiswa
sebagai juga sebagai Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi
manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya
dapat menggantikan generasi sebelumnya. Mahasiswa segabai seorang calon
pemimpin bangsa masa depan, menggantikan generasi yang telah ada dan
melanjutkan tongkat estafet pembangunan dan perubahan. Mahasiswa juga harus
memiliki sikap kepemimpinan, kemampuan memposisikan diri, dan interaksi lintas
generasi dan sensitivitas yang tinggi.
Mahasiswa
merupakan kelompok pelajar yang bisa dikatakan sebagai golongan terdidik,
karena mampu untuk mengenyam pendidikan tinggi di saat yang lain dalam usia
yang sama masih bergelut dalam kemiskinan dan keterbatasan biaya dalam
mengakses pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Predikat tersebut tentulah
dapat disinonimkan bahwa mahasiswa merupakan kaum intelektual yang mempunyai
basis keilmuan yang kuat sesuai dengan jurusan yang diambil masing-masing
mahasiswa. Berarti mahasiswa memiliki kemampuan akademik yang dapat diandalkan sebagai
salah satu aset negara ini. Tapi, mahasiswa juga merupakan sebuah entitas
sosial yang selalu berinteraksi dengan masyarakat dari segala jenis lapisan.
Sehingga mahasiswa pun dituntut untuk memainkan peran aktif dalam kehidupan
sosial masyarakat.
Sebagai
seorang generasi penerus, mahasiswa juga dituntut untuk mampu dan siap untuk
berhadapan langsung di dalam masyarakat. Untuk itu, perlu diadakan wadah di
wilayah kampus untuk mengimplementasikan ketiga fungsi mahasiswa di atas, serta
untuk membangun mentalitas kepemimpinan mahasiswa. Misalnya,
organisasi-organisasi di dalam kampus tempat mahasiswa belajar. Selain itu juga
dengan gerakan-gerakan pengabdian masyarakat. Sehingga mahasiswa akan terbangun
mentalnya sedikit demi sedikit dan mahasiswa pun telah siap untuk terjun di
dalam masyarakat.
Idealnya,
mahasiswa menjadi panutan dalam masyarakat berlandaskan dengan pengetahuannya,
tingkat pendidikannya, norma yang berlaku di sekitarnya, serta pola
berpikirnya. Namun pada kenyataannya, tidak jarang bahwa mahasiswa hanya
mendalami ilmu-ilmu teori di bangku perkuliahan saja dan sedikit sekali
diantaranya yang berkontak langsung dengan masyarakat. Mahasiswa yang acuh
terhadap masyarakat mengalami kerugian yang besar jika ditinjau dari segi
hubungan keharmonisan dan penerapan ilmu. Dari segi keharmonisan, mahasiswa
tersebut sudah menutup diri dari lingkungan sekitarnya sehingga muncul sikap
apatis dan hilangnya silaturahim seiring hilangnya harapan masyarakat kepada
mahasiswa. Dari segi penerapan ilmu, mahasiswa yang acuh akan menyia-nyiakan
ilmu yang didapat di perguruan tinggi.
Maka
komplekslah peran mahasiswa sebagai pembelajar sekaligus pemberdaya yang
ditopang dalam tiga peran, yaitu sebagai agent of change, agent of control, dan
iron stock. Hingga suatu saat nanti bangsa ini akan menyadari bahwa mahasiswa
adalah generasi yang ditunggu-tunggu oleh bangsa ini.
0 komentar:
Posting Komentar