Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Post Icon

Pentingnya Keseimbangan Intelektualitas dan Religiusitas bagi Mahasiswa


Telah kita ketahui bersama bahwa zaman atau era seperti saat ini merupakan sebuah era yang digambarkan sebagai era yang sempurna. Hal ini karena pada zaman sekarang umat manusia dapat melakukan hal apa saja yang diinginkannya. Di era seperti saat ini kebutuhan manusia dalam segala aspek semakin tidak terkendali, sementara alat pemuas kebutuhan semakin lama semakin menipis karena manusia terus mengeksploitasi alat pemuas kebutuhan tersebut. Akan tetapi, manusia tak puas dengan hanya mengeksploitasi, namun mereka menciptakan sebuah penemuan yang bermanfaat untuk memudahkan kehidupan mereka. Namun, penemuan-penemuan baru itu tidak hanya berdampak positif, melainkan akan berdampak negatif pula apabila manusia yang memanfaatkan penemuan tersebut tidak arif dan bijak. Dalam hal ini, dibutuhkan keseimbangan antara religiusitas dengan intelektualitas.
Intelektualitas merupakan sebuah pemahaman tentang ilmu dan pengetahuan yang jika dimiliki oleh seseorang maka orang tersebut akan membawa dirinya ke arah yang lebih maju. Dan orang yang demikian disebut "orang intelek". Dan religiusitas sendiri berasal dari kata religi yang dalam bahasa Indonesia berarti agama. Sedangkan religiusitas merupakan sebuah pemahaman tentang keagamaan yang didalamnya terdapat ajaran mengenai hubungan manusia dengan tuhannya serta hubungan manusia dengan sesama manusia. Intelektualitas tidak dapat dipisahkan dengan religiusitas, begitu pula sebaliknya.
Menurut para ahli sejarah, umat manusia sudah memiliki religiusitas jauh sebelum munculnya agama-agama di dunia. Berbeda dari tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan, manusia tampaknya memiliki kebutuhan dan kemampuan, yang bersifat kodrati dan batiniah, untuk menjadi religius. Kebutuhan dan kemampuan yang bersifat kodrati dan batiniah semacam itu kemudian terungkap secara lahiriah dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk simbol-simbol, ritus-ritus, ajaran-ajaran, dan aturan-aturan.
Bila dibandingkan dengan adik-adik dan orangtua mereka, ciri khusus dari mahasiswa pada umumnya adalah bahwa mereka lebih tua daripada adik-adik mereka dan jauh lebih muda daripada orangtua mereka. Para mahasiswa itu pada umumnya berusia sekitar 19-25 tahun. Mereka adalah orang-orang muda. Mereka memang bukan anak-anak lagi, namun mereka juga belum cukup tua untuk menjadi suami/istri atau ayah/ibu. Energi fisik mereka, pada umumnya, sedang berada pada titik optimalnya. Namun, kondisi psikis mereka belum stabil, masih mudah terguncang oleh berbagai hal. Sebagian dari mereka sudah memiliki cita-cita yang agak jelas dan keinginan-keinginan tertentu di masa depan, namun mereka belum menentukan cara-cara yang efektif untuk mencapai cita-cita dan mewujudkan keinginan-keinginan itu.
Bila dibandingkan dengan kegiatan pokok rekan-rekan sebaya mereka yang bukan mahasiswa, kegiatan pokok para mahasiswa itu adalah membaca, berpikir, dan menulis. Kebanyakan dari mereka belum memiliki pekerjaan tetap dan secara finansial belum mampu mencukupi diri sendiri. Dalam hal-hal tertentu mereka masih tergantung pada orangtua atau wali mereka.
Studi dan pergaulan mereka di lingkungan akademisi itu dapat meningkatkan daya kritis para mahasiswa terhadap segala hal. Peningkatan daya kritis itu juga dapat memengaruhi sikap mereka terhadap religiusitas dan agama mereka sendiri. Terhadap agama, misalnya, mereka barangkali tidak mau lagi menerima “begitu saja” semua pengajaran dan nasihat para pemimpin agama. Sementara itu, terhadap religiusitas mereka sendiri para mahasiswa barangkali merasa perlu untuk mempersoalkan beberapa aspek darinya.
Agama dan ilmu tidak terpisah atau bertentangan, sebab kedua-duanya menyangkut umat manusia dan dunia. Umat manusia membutuhkan kedua-duanya, sebab umat manusia membutuhkan Tuhan maupun dunia. Umat manusia membutuhkan Tuhan, karena Beliau adalah asal-usul dan tujuan akhir dari eksistensi umat manusia. Umat manusia juga membutuhkan dunia, karena dunia adalah lingkungan yang saat ini memungkinkan umat manusia bereksistensi, sebagai salah satu dari sekian banyak ciptaan tuhan.
Agama dan ilmu itu ibarat matahari dan bulan, ibarat sendok dan garpu, ibarat baju dan celana. Kedua-duanya diperlukan oleh manusia, bila manusia ingin hidup secara lengkap. Baik agama maupun ilmu memiliki essential goals dan core business yang terkait dengan kebenaran dan kesejahteraan bagi umat manusia. Yang berbeda hanyalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan luhur itu dan aspek-aspek yang diutamakan. Agama selalu menyertakan Tuhan dalam sepak terjangnya. Sementara itu, ilmu selalu mengutamakan kemampuan manusia sendiri dalam seluruh usahanya meneliti dan menemukan kebenaran.
Berhubungan dengan kenyataan itu, para mahasiswa perlu didorong untuk ikut membangun agama agar agama bersikap welcome terhadap ilmu, tidak bersikap arogan terhadap ilmu, bahkan bersedia dengan rendah hati mengakui dan memanfaatkan ilmu. Bersamaan dengan itu, mereka juga perlu didorong untuk ikut membangun ilmu agar ilmu juga bersikap welcome terhadap agama, tidak melecehkan agama, bahkan bersedia dengan rendah hati mengakui bahwa masalah-masalah tertentu dari kemanusiaan merupakan domain agama.
Keseimbangan antara religiusitas dan intelektualitas di kalangan mahasiswa sangat diharapkan oleh bangsa ini. Mahasiswa yang nantinya akan terjun langsung ke masyarakat diharapkan memiliki moral dan attitude yang baik agar bangsa ini terus maju kedepannya.
Mahasiswa merupakan asset bangsa ini. Dengan kreatifitas serta inovasinya, mahasiswa dapat berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat. Namun akan lebih baik lagi jika kreatifitas dan inovasi itu diimbangi dengan sifat religius sehingga tercipta hubungan yang baik antara manusia satu dengan manusia yang lain. Hal demikian sangat dibutuhkan dalam kehidupan mahasiswa.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar